Kapan Ayahku pulang?

Siang itu Ardy pulang sekolah dengan membawa mobil mainan baru. Mainan yang baru saja dia beli di toko dekat sekolahnya. Jarak rumah dan sekolah yang hanya dipisahkan oleh empat rumah, membuatnya hanya berjalan kaki untuk pergi dan pulang sekolah. Dengan menggunakan seragam kuning biru, anak laki-laki berumur empat tahun itu berlari riang menuju ke rumahnya. Rumah sederhana yang terletak di sebuah desa kecil di Kota Pati, Jawa Tengah. Terlihat mobil-mobilan warna merah masih terbungkus plastik tergenggam erat di tangan kanannya.

Rona kegembiraan tersirat jelas dari wajahnya. Masih dengan berlari-lari kecil, Ardy berteriak-teriak kegirangan menuju rumahnya. Begitu masuk halaman rumah Ardy berteriak-teriak memanggil uminya.

“Umi-umi…!!” teriak Ardy sambil lari-lari kecil

Dari dalam rumah tampak wanita muda berjilbab biru, lari tergopoh-gopoh. Segera wanita muda itu membuka pintu dan menyambut anaknya yang masih berada di luar rumah. Begitu pintu terbuka, ibu muda itu mendekati anaknya dan bertanya.

“Ada apa nak? kok teriak-teriak manggil umi.” ucapnya pelan sambil mengusap dahi anakya yang berkeringat.

Dengan manjanya Ardy menjawab pertanyaan uminya.

“Ini mi….Ardy beli mainan baru.” rajuknya manja

“Bagus. Beli di mana tadi?” tanya uminya sembari menggandeng anaknya menuju ke dalam rumah

“Di sekolah!! Mi, Ardy mau main mobil-mobilan sama Abi boleh kan Mi?” tanya ardy sambil merajuk kepada uminya.

“Boleh…boleh…., tapi tidak sekarang ya Nak, nunggu Abi pulang dulu?” jawabnya sambil menenangkan hati. Karena saat ini, abinya Ardy sedang bertugas di luar pulau untuk menjalankan amanah dari kantor tempatnya mengabdikan diri. Biasanya paling cepat empat bulan sekali baru bisa pulang untuk menjenguk mereka.Paling cepat empat bulan sekali baru bisa pulang untuk menjenguk mereka.

“Gak mau!. Ardy mau main sekarang!” teriak Ardy sembari menangis pelan

“Ardy sayang…Abi sekarang kan lagi kerja cari duit, jadi mainnya kalau Abi sudah pulang ya!” jawab uminya memberi pengertian sembari mengusap air mata Ardy dengan kedua tangannya. Terlihat gurat kesedihan dan butiran airmata tertahan dalam wajah uminya.

“Abi pulangnya kapan mi?” tanya Ardy lagi yang masih sesenggukan.

“Nanti kalau pekerjaannya sudah selesai!” jawab uminya sambil menahan sesak yang ada

“Abi kerja di mana mi?” tanya Ardy lagi yang sudah mulai berhenti menangis

“Abi kerja di Kupang Nak.”

“Jauh mi?”

“Jauh, makanya Abi pulanganya lama.”

“Naik apa mi?”

“Naik pesawat nak.”

“Pesawat mi?”

“Iya pesawat, yang bisa terbang. tinggi”

“Tinggi mi? sampai langit mi?”

“Iya tinggi, Ardy mau naik pesawat seperti Abi?” tanya uminya sambil tersenyum dan mengelus manja wajah anaknya

“Mau..mau..mau, Ardy mau terbang tinggi seperti burung.” jawab Ardy sembari mempraktekkan gerakan burung saat terbang.

“Ayo Ardy ganti baju dulu, abis itu makan dan bobo.” Pinta uminya sembari menggandeng anaknya ke kamar dan mengganti bajunya.

Matahari mulai condong ke barat. Pertanda sore mulai menjelang. Ardy yang baru bangun dari tidurnya tampak sibuk mencari sesuatu. Uminya yang sedari tadi memperhatikannyapun bertanya.

“Cari apa nak?”

“Mobil-mobilan mi.” jawab Ardy sembari terus mencari

“Mobil yang mana?!! Yang merah!!” tebak umminya

“Iya mi, mana..mana?” celoteh Ardy sembari menarik-narik tangan uminya minta ditunjukin tempatnya. Uminya yang sedang duduk dikursipun bangkit dan berjalan menuju kamar tempat mobil-mobilan itu disimpan.

“Ini?” tanya uminya sembari menunjukkan mobil merah di tangan kanannya.

“Iya.” jawabnya pendek dan bergegas mengambil mobil-mobilan dari tangan uminya. Begitu Ardy mau berlari keluar kamar, dengan sigap uminya memegang tangannya dan menghentikan langkahnya.

“Eits…, kalau dikasih sesuatu harus bilang?”

“Terimakasih Umi.” jawabnya sambil berlari keluar kamar

“Mi, Ardy main di sini ya?” teriak Ardy sambil menunjuk ruang tamu yang tertata rapi

Dari dalam kamar uminya menjawab menginyakan, walau dia tak melihat dimana anaknya bermain. Dia berkeyakinan anaknya ga akan main di luar rumah karena pintu rumah masih terkunci.

“Ardy main baik-baik ya! umi mau masak untuk makan nanti malam.” teriak uminya dari kamar sembari berjalan menuju dapur untuk memasak

“Iya.” jawab Ardy lantang sambil memainkan mobil-mobilannya.

“Tok..tok..tok” terdengar suara pintu diketuk. Ardy segera berlari menuju pintu sembari berteriak.

“Abi…abi pulanggg….” teriaknya girang berharap yang datang Abinya. Begitu sampai di dekat pintu dan mengintip dari kaca sebelah, ternyata om Tono tetangga samping rumah yang datang. Dengan wajah kecewa Ardy berteriak memanggil uminya

“Mi…ada om Tono!!.”

“Iya, tunggu sebentar,” jawab uminya dan begegas  menuju ke depan.

“Ada apa om?” tanya uminya kepada om Tono

“Ini mau nganterin undangan.” jawab om Tono sembari meyodorkan undangan.

“O…terimakasih om.”

“Iya, sama-sama, saya pamit dulu ya?” assalamu’alaikum.

“Wa’alaikumsalam.” jawab uminya Ardy sambil menutup dan mnguncinya lagi.

Ardypun kembali memainkan mobil-mobilannya sendiri di ruang tamu. Sementara uminya melanjutkan masak di dapur.

“udug..udug..udug..” terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Tak lama kemudian terdengar suara pintu diketok ”tok..tok.tok.” kembali Ardy bergegas lari menuju pintu dan berteriak

“Abi…abi pulanggg….” teriaknya girang berharap yang datang Abinya. Begitu sampai di dekat pintu dan mengintip dari kaca sebelah ternyata Pak Pos yang datang membawa paket. Dengan wajah murung Ardy berteriak memanggil uminya

“Mi…ada Pak Pos!!”

“Iya, tunggu sebentar,” jawab uminya dan begegas  menuju ke depan

“Benar dengan ibu Ida?” tanya pak pos begitu uminya Ardy membuka pintu.

“Iya benar. Ada apa pak?” tanya uminya Ardy penasaran.

“Ini ada paket untuk Ibu.” jawab pak pos sembari menyerahkan paket yang terbungkus rapi berikut tanda terimanya. Selesai prosesi serah terima paket, pak pos pun pergi dan uminya Ardy kembali menutup dan menguncinya kembali. Sambil memeriksa alamat pengirim paket uminya Ardy berjalan pelan menuju dapur kembali. Namun saat baru beberapa langkah, terasa dasternya ditarik-tarik Ardy sambil menanyakan sesuatu padanya.

“Mi…kapan Abi pulang?” tanya Ardi dengan wajah murung dan suara memelas.

Dengan menahan segala rasa yang ada, uminya mencoba tegar dengan keadaan dan realita yang ada. Setelah bisa menata hati, uminya Ardy menjawabnya dengan pelan dan tenang.

“sebentar lagi Abi juga pulang Nak.” jawabnya menenangkan anaknya. Walau sebenarnya diapun tak tahu pasti kapan suaminya itu pulang kembali, setelah beberapa hari yang lalu baru saja kembali ke tempat tugasnya.

 

Kupang, 21 Robi’ul Akhir 1432H

 

Leave a comment